Senin, 09 Maret 2020

Buku Tarbiyah Siyasih



Buku ini berjudul Tarbiyah Siyasih (Menuju Kematangan Politik Aktivis Dakwah).
Judulnya memang agak gimana gitu ya, tapi sangat nikmat jika dibaca. Buku ditulis oleh Ahmad Dzakirin, Alumni Universitas Diponegoro yang ternyata juga menjadi pioner dalam kegiatan dakwah kampus di kampus tersebut pada zamannya. 
Buku ini diterbitkan oleh PT Era Adicitra Intermedia. 
Tebal buku: 152 halaman






Tarbiyah siyasih saya arahkan ke tegaknya umat dalam sebuah masyarakat, negara atau bangsa. Tegaknya umat itu akan ditentukan dari seberapa kuat aqidah yang mereka miliki. Sementara tegaknya aqidah itu tergantung pula dengan bagaimana dakwahnya. Dakwah yang tegak kokoh itu ditentukan dengan bagaimana tarbiyahnya, dan tarbiyah akan ditentukan tentang bagaimana kita hari ini (Abdurrahman Amin, Kawilda Kalimantan DPP PKS).

*******************************************
Menyongosong mihwar daulah bukanlah dengan fokus mengurusin negara dan meninggalkan esensi proses tarbiyah pribadi. Dinamika yang terjadi dikelompok-kelompok kecil harus terus dijaga bahkan ditingkatkan hari demi hari. Lesunya kelompok kecil tersebut merupakan permasalahan besar bagi perjalanan menuju proses selanjutnya.
Jika kita kaji tentang substansi islam, sebenarnya akan selalu sesuai dengan modernitas. Namun karena kebodohan kita, maka isu yang disodorkan oleh tokoh-tokoh kontra tentang buruknya islam (cinta perang, memberangus, menindas wanita dan sebagainya) lebih mendominasi dibandingkan keindahannya, lebih parah lagi beberapa orang bahkan kelompok ikut serta menjadi korban bahkan mendukung pernyataan yang diungkapkan tokoh-tokoh kontra tersebut (Samuel Huntington dan teman-temannya).

*******************************************
Kita umat islam ini, khususnya kader dakwah seringkali lupa dengan mana hal-hal yang substansial mana yang tidak, mana hal tsawwabit dan mana yang mutaghayyirat. Sehingga friksi yang terjadi dan diisukan tidak dapat kita bendung dengan tindakan yang konstruktif. Kenapa hal itu bisa terjadi? Salah satu faktornya adalah karena kita memang tidak mengerti bagaimana islam itu sebenarnya.
Ada banyak kalangan yang menginterpretasikan bahwa islam dan sistem modern saat ini harus dipisahkan karena akan selalu bertentangan, meski begitu masih banyak tokoh-tokoh yang berpandangan bahwa kehadiran islam itu sesuai dengan nilai-nilai modern. Kita tentu tidak menginginkan jika sinisme terhadap islam itu hadir dan muncul dari kalangan kita sendiri, pegiat dakwah sendiri, karena kebodohannya dan lemahnya ikhtiarnya dalam meningkatkan muswashofatnya menjadi lebih baik. Tentu saja perkembangan mihwar harus diiringi dengan pertumbuhan muwashofat yang lebih besar, agar ketika kebijakan-kebijakan yang diambil tidak membuat decak kaget dikalangan internal kader itu sendiri. Tidak hanya sebatas mengandalkan tsiqah tanpa dasar, sehingga ia bekerja pada hal-hal yang ia tidak tahu substansinya atau lebih parahnya menjadi pembelot.

*******************************************
Lihatlah saat ini bagaimana kalangan saudara kita yang ingin mendobrak isu “kebekuan sistem” dengan membangun kritisisme umat, namun setelah diperhatikan lebih jauh, ternyata kekritisan itu telah kebablasan. Kita bebas berpendapatan, bukan bebas dari pendapat.
Menuju mihwar tertinggi ini tentu harus diikuti  dengan pemahaman agama yang lebih baik dan sempurna, tidak hanya memandang islam sebagai ibadah mahdah semata, orang islam (khususnya kita kader dakwah) hendaknya membangun cara berfikir yang kritis, namun dengan catatan “konstruktif”. Syekh Yusuf Alqardhawi “kaum muslimin perlu memadukan unsur nash/revelation dengan akal/reasoning. Membangun akal membutuhkan proses interaksi, open minded dan transformasi pengetahuan secara terus-menerus dengan lingkungan sekitarnya, sehingga kita dapat secara optimal dalam melakukan ijtihad.Jikapun kita hendakn melakukan rekonstruksi, maka hendaklah ia kreatif dan inovatif.

*******************************************
Pandangan politik barat sejatinya mewarisi pemikiran filsafat Yunani dan Romawi/Hellenisme, yang tercermin dalam pandangan hidup yang mengagungkan kebebasan, optimisme, sekularisme, pengagungan terhadap jasmani dan akal dan mengkultuskan individu. Pandangan hidup praktis dan mengabdi kepada kepentingan manusia sehingga empirisme dan rasionalisme merupakan satu satunya alat ukur kebenaran.
Dalam politik menurut Machiavelli bahwa keahlian yang dibutuhkan untuk mendapatkan dan melestarikan kekuasaan adalah perhitungan yang tepat. Namun hukum dan tentara yang baik dasar sistem pemerintahan yang baik.  Negara yang kuat hendaknya dilihat dari kerangka medis, buoan etis. Bahkan ada pepatah bahwa rakyat yang berkhianat harus diamputasi karena akan menginfeksi seluruh rakyat.

*******************************************
Makna siyasah jika dikaitkan dengan masyarakat dapat diartikan sebagai pemeliharaan (riayah), perbaikan (ishlah), pemberian petunjuk (taqwim) dan pendidikan (ta’dib), juga bisa kepeimipinan. Jika diartikan dalam makna yang panjang, maka siyasah  adalah segala upaya untuk memperhatikan urusan kaum muslimin, dengan jalan menghilangkan kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Dalam hal siyasah tersebut, maka kaum muslimin harus mengetahui apa yang dilakukan pemimpinnya, mengingkari keburukan yang dilakukan pemimpin, menasihatinya jika durhaka dan memeranginya bila ia kufur. “Jihad yang utama adalah kalimat haq di depan penguasa jahat (HR. Ahmad).

*******************************************
Garis besar konsepsi kepemimpinan politik adalah mencakup kewajiban mewujudkan kemaslahatan dan menyingkirkan kerusakan bagi umat manusia, bukan hanya sebatas membahagiakan manusia dengan berlepas diri dari pengabdian kepada Tuhan.
Pendidikan politik mencakup tiga aspek utama
1. Munculnya kesadaran politik, pengetahuan yang luas dan integral, mampu membuat analisis matang dan menempatkan diri dalam arus perubahan.
2. Terbentuknya kepribadian politik, munculnya orientasi, nilai, loyalitas yang memiliki pengetahuan, informasi adn konsep utuh politik itu sendiri.
3. Munculnya partisipasi politik yang aktif baik dalam organisasi politik/kelembagaan.
Adapun sasaran output pendidikan politik islam adalah
a. Apsek kognitif, berpengetahuan tentang sistem politik islam yang merupakan komponen syumuliatul islam. Kita harus memahami dan mempelajari sistem politik tersebut secara matang agar kita yakin betul dan mampu memaparkan bahwa sistem politik islam itu khas dan berbeda dengan pemikiran manusia serta selalu mampu menjadi solusi. Menurut abu hayyan, ke khasan sistem politik dilihat dari dua sisi, yaitu cara menegakkan hukum secara adil dan benar serta memakmurkan bumi (menegasikan cara pandang yang eksploitatif).
b. Aspek implementatif, yaitu pendidikan politik mewujudkan kaum yang awalnya afiliatif menjadi partisipatif dan kontributif (annis matta).

*******************************************
1. Khalifah/Pemimpin/Kepemimpinan, kepemimpinan dalam konteks khalifah adalah merefleksikan pemahaman terhadap nilai dan prinsip kepemimpinan yang benar menurut islam,  ketimbang sebuah  eksistensi maupun bentuk pemerintahan. Disebutkan bahwa Rasulullah mengadopsi sistem administrasi pemerintahan Romawi dan metode pengelolaan kekayaan negara ala Kerjaan Persia. Perkembangan akan selalu ada seiring perkembangan zaman, namun nilai islam akan tetap begitu sampai akhir zaman. Pengadilan mislanya, dimulai pada masa Ali Ibn Abi Thalib yang mana pada saat itu wilayah islam yang meluas dan merosotnya moral manusia, sehingga diangkat Syuraih r.a. Menurut Al-mawardi, ada 10 tugas pokok pemimpinan dalam islam, yaitu: menjaga kemurnian agama, membuat keputusan hukum diantara pihak yang bersengketa, menjaga kemurnian nasab, menerapkan hukum pidana islam, menjaga keamanan wilayah dengan kekuatan militer, mengorganisasi jihad, mengumpulkan dan mendistribusikan harta rampasan perang dan zakat, membuat anggaran belanja, memberikan kewenangan kepada orang yang amanah, melakukan pengawasan melekat pada hierarki dibawahnya dengan tidak semata mengandalkan laporan.
2. Karakter Kepemimpinan Islam, kepemimpinan islam adalah kepemimpinan representase, mandatnya tidak ditentukan oleh Tuhan namun oleh rakyat. Kedaulatan adalah milik Tuhan namun sumber otoritas adalah kaum muslimin. Pemimpin dipilih dan diawasi rakyat. Adapun kelembagaan yang ingin dibentuk dapat dibuat dengan pertimbangan yang benar. Tabiat kekuasaan tanpa kendali moral akan cenderung korup dan menindas, maka selain integritas moral dibutuhkan sistem yang dapat menggaransi tabiat jahat kekuasaan itu muncul (Lord Acton).
3. Syarat Kepemimpinan dalam Islam, secara umum syaratnya adalah keluasan pengetahuan dan jasmani, sebagaimana dikisahkan tentang Thalut (Al-baqarah, 247). Menurut Ibnu Taimiyah, syarat kepemimpinan ada dua aspek, yakni aspek kekuatan (ilmu dan fisik) serta dapat dipercaya. Sementara Al-Mawardi menetapkan tujuh syarat: adil, mampu berijtihad, sehat jasmani, tidak memiliki cacat fisik yang menghalangi, memiliki visi kuat, pemberani dalam mengambil keputusan, memiliki nasab quraisy. Sementara menurut ibnu Khaldun: ilmu, keadilan, kemampuan serta keselamatan indra dan anggota tubuh lain. Kalau menurut nash dan pandangan ulama, setidaknya ada 3 syarat utama kepemimpinan yang meliputi: integritas keilmuan, moral dan kemampuan profesional. Namun apabila dihadapkan pada keadaan yang harus memilih diantara kedua yang buruk,  maka Ibnu Taimiyah menunjukkan agar memilih yang lebih utama dari keduanya.
4. Mekanisme Pengangkatan Kepemimpinan. Tidak ada mekanisme yang diharuskan dalam menetapkan pemimpin, rasulullah tidak memilih Abu Bakar sebagai khalifah, meski ia menggantikan nabi sebagai imam sholat. Namun merupakan hasil kesepakatan kaum muslimin. Umar juga tidak sewenang-wenang dipilih abu bakar, namun setelah kesepakatan. Utsman juga merupakan hasil musyawarah, sementara Ali naik secara aklamasi. Kepemimpinan merupakan dari rakyat sementara kedaulatan adalah milik Tuhan. Sementara pendelagasian kekuasaan mengacu pada dua hal, yaitu penetapan kekuasaan politik melalui metode pemilihan (pencalonan maupun keputusan rakyat). Kemudian kontrak politik dijalankan sesuai koridornya.
5. Sistem Legislatif, dapat terdiri dari para ulama, pejabat daerah, kepala suku, kelompok profesional dan kelompok intelektual. Tugas mereka secara umum adalah menetapkan dan menjelaskan hukum serta mengangkat dan memberhentikan kepala negara. Mekanisme pemberhentian pemimpin hendaklah disusun dengan damai sehingga minus pertumpahan darah. Menumbuhkan jiwa malu dan sadar dengan diri sendiri menjadi sangat penting dalam menurunkan pemimpin. Richard Nixon (presiden AS) mundur setelah terbukti skandal watergate, Tony Blair perdana menteri inggris tidak maju dua periode setelah dikritik tajam dalam skandal irak.

*******************************************
Rotasi kepemimpinan
Rotasi kepemimpinan tidak memiliki nash yang mengharuskan terjadinya pembatasan durasi kekuasaan. Pembatasan durasi kekuasaan yang dianut saat ini pertama kali dilakukan oleh AS dalam amandemennya yang memberikan kesempatan memimpin hanya dua periode. Setidaknya, ada beberapa pertimbangan yang dapat diketahui dalam pentingnya rotasi kekuasaan. Pertama, rentang kepemimpinan yang lama dipandang memberikan kesempatan bagi pemimpin untuk mengondisikan kekuasaan untuk kepentingan dirinya. Kedua, pentingnya menjaga regenerasi dan kaderisasi dalam upaya optimalisasi potensi dan eksistensi umat. Ketiga, mengutip pernyataan syekh Yusuf Alqardhawi bahwa rotasi kepemimpinan akan menjaga kedamaian dan ketenangan umat.

*******************************************
Prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan dalam Islam
a. Prinsip Syura (as-syura 38) dan diperkuat dengan Ali-Imran 159. Penguasa yang tidak meminta nasehat kepada ulama wajib dipecat (Ibu Hajar dalam Fathul Bari.
b. Prinsip Keadilan, adil itu dapat diartikan tindakan sama “Adl”, wajar “Qisth” dan memberikan hak kewajiban seimbang “mizan”.
c. Prinsip Kebebasan. Salah satu isu krusial dalam perihal kebebasan adalah kebebasan berpolitik. Iman Yusuf Alqardhawi berpendapat bahwa dalam konteks kontemporer ini berpolitik sangat diperlukan dengan pertimbangan berbagai hal, namun dengan syarat: mereka harus menerima islam sebagai prinsip aqidah dan syari’ah & tidak dalam rangka memusuhi atau bekerja untuk pihak yang memusuhi islam.
d. Persamaan, termasuk dalam memberdayakan potensi peran perempuan sebagaimana yang diungkapkan Muhammad Thahhan.

*******************************************
Islam dan Demokrasi
Dalam islam, dikenal istilah syura, syura dan demokrasi memiliki makna denotasi yang sama yaitu wujud partisipasi publik. Namun dalam syura kedaulatan berada pada Tuhan melalui nash-nash nya, sehingga pemecahan masalah selalu terkerangka dalam konsep syari’at.   Sementara demokrasi kedaulatan ada di tangan rakyat. Sistem yang sesuai syari’at tentu harus kita terapkan sebisa mungkin dari sekarang. Tidak membiarkan sistem yang tidak sesuai berjalan begitu saja meski keadaan aman-aman saja. Islam tidak akan pernah bangkit tanpa perlawanan. Sementara perlawanan tidak dapat dilakukan tanpa adanya kesadaran progresif dari umat. Dalam melakukan perlawanan tidak harus dengan kekerasan, kita tetap berjalan pada kesepakatan yang telah disetujui bersama namun dengan menyebarkan nilai-nilai islam itu supaya terpasarkan dengan baik. Bahkan kendatipun umat ternyata dirugikan atas perjanjian yang telah disepakati, maka kita tidak bisa membatalkan perjanjian itu secara sepihak tanpa pengetahuan lawan. Sudaraku, sistem islam itu sudah kita yakini telah sempurna dan tentunya ideal (kualitas yang islami dan modelnya yang komprehensif), namun barangkali kita belum memahaminya dengan baik, sehingga akhirnya kita malah memunculkan perlawanan/anti terhadap sistem lain, bukan dikarenakan kita memahami sistem yang ingin kita tawarkan, namun kita tidak memahaminya sedikitpun dan parahnya kita menolak karena merasa rendah dan tidak mampu dan mau bersaing dengan cara-cara yang elegan. Akhirnya kita tidak mampu memasarkan islam itu bahkan kepada target terdekat kita, umat islam itu sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih.