Rabu, 24 Desember 2014

TA'AARUFAN

Assalaamu'alaikum
Salam pencari ilmu
Sebagai perkenalan

Saya dan Keluarga

Baiklah, perkenalkan, nama saya Rainal Sunny, lebih sering dipanggil dengan nama icun. Lahir di daerah Ujunggading, 15 Desember 1993 pada rabu pagi. Anak ke 5 dari 8 bersaudara. Saya punya kakak 3 orang, abang 1 orang, adik perempuan 1 orang dan adik laki-laki 2 orang (empat perempuan, empat laki-laki). Ayah saya sekarang pensiunan guru, dulu ngajar pelajaran alquran hadits, sementara ibu saya adalah ibu rumah tangga, selain itu juga keduanya bersawah/bercocok tanam padi. Alhamdulillah, kami semua (berdelapan) ada yang sudah dan sedang menikmati jenjang pendidikan tinggi, Rumah keluarga saya berada di Tamiang, Kenagarian Ujung Gading, Kecamatan Lembah Melintang, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Saya dulunya lebih pendiam dari sekarang (lebih memilih diam daripada ngomong gak bermutu), tidak banyak becanda, tidak terlalu bergaul ke luar rumah, pokoknya kayak anak rumahan gitulah. Kalau sekarang sudah agak terbuka/berbeda.



Sekolah

Baiklah, dulu saya pernah bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Swasta Muhammadiyah Tamiang, kami kakak beradik, semuanya disekolahkan di sekolah ini, meskipun didepan rumah kami ada SD negeri. Jarak dari rumah ke madrasah itu hanya sekitar 2 Km, pergi dan pulang jalan kaki. Kemudian saya melanjutkan sekolah ke SMPN 1 Lembah Melintang, kami kakak beradik ada empat orang yang melanjutkan sekolah disini, sementara empat lainnya bersekolah di MTsN Ujung Gading, tempat ayah saya mengajar saat itu. Saat SMP terkadang saya naik sepeda pulang dan pergi, kadang perginya bersamaan dengan ayah, kemudian pulangnya jalan kaki atau bila ada uang pulanya naik angkutan umum ataupun becak. Setelahnya, saya melanjutkan SMA ke SMAN 1 Pasaman. Awalnya mendaftar di SMAN Agam Cendekia di Kabupaten Agam (YBIC/Yayasan Bina Insan Cendekia), namun tidak lulus tes, kemudian mencoba mendaftar di SMAN 1 Pasaman dan SMAN 1 Lembah Melintang. Alhamdulillah saya lulus di kedua SMA ini dan memilih untuk sekolah di SMAN 1 Pasaman, Simpang Ampek, Pasaman Barat. Di sini saya masuk di Kelas Unggulnya sehingga harus tinggal di asrama dari kelas 1-3, juga menjadi momen awal jauh dari rumah (merantau). Pulang ke rumah hanya diperbolehkan sekali sebulan (dipekan terakhir). Kemudian, setelah tamat, saya lulus di agribisnis F. Pertanian USU (Medan) jalur SBMPTN pada tahun 2012, ini menjadi momen pertama kali saya belajar di luar sumatera barat. Saya di Medan sudah dari tahun 2012 sampai sekarang. Tamat S1 di tahun 2017, kemudian melanjutkan S2 lagi difakultas dan jurusan yang sama jalur mandiri sampai saat sekarang.



Prestasi

Seingat saya, kelas 1 MI itu saya belum bisa baca dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, namun sudah bisa menulis angka dan berhitung sampai 10. Memasuki kelas dua, mulai lancar membaca. Kelas tiganya barulah saya dapat juara, sampai kelas enam, begitu juga saat SMP, dan sekitar 2 atau 3 kali pernah juara saat SMA, aduh dah lupa-lupa……

Kelas 3 SMP, Alhamdulillah pernah dapat juara 3 Olimpiade biologi tingkat kabupaten, namun enggak tau kenapa, pialanya tak ada, sertifikat gak ada, ndak ada apa-apa. Hihihi. Dapatnya baju batik dan penginapan gratis di kota padang, itupun karena ikut training dan seleksi tingkat propinsinya.

Masuk SMA, menurut saya, disinilah puncak tertinggi semangat berprestasi saya (ambisius sekali). SMA itu waktu paling semangat buat maju dan jadi juara olimp. Biologi,*minimal* juara ditingkat provinsi. Kehidupan di asrama SMA memang sangat mendukung untuk belajar tekun. Kalau saya kenang-kenang lagi, itu belajarnya udah kayak gila-gila olimpiade, pagi-siang-sore-malam-dini hari- hari libur biasanya kami (tidak hanya saya) manfaatkan untuk membahas soal olimpiade dan SBMPTN. Akhirnya, waktu olimpiadepun tiba dan jreng-jreng, gagal… juara pun tidak. Aku dan Zah Tamal (teman tetanggaan kasur di asrama) namanya mengalami hal yang sama,

Kami merasa kecewa. Kalau tidak salah, kami berdua bahkan sudah menganggap jika usaha kami untuk belajar sudah lumayan rajin, namun eh gagal. SAya masih bisa rasakan gimana kecewanya kami berdua saat itu. Oh iya, saya lupa siapa yang juara 1,2,3 nya. Saya hanya ingat kalau salah satu sang juara itu adalah teman sekelas (kami akrab memanggilnya mandeh). Itupun saya ingat mungkin karena saya punya rasa bersalah, ya mungkin karena saking tidak terimanya dia menjadi juara, saya sempat melontarkan “Kok bisa mandeh ya yang juara?”.

Ternyata responnya terhadap kalimat itu menjadi bumerang bagi saya pribadi. Responnya membuat saya sadar “jangan sombong dengan kepintaranmu, jangan sombong dengan kerajinanmu, jangan anggap usahamu paling maksimal, jangan engkau yang paling…. Dan KALAH SAJA SOMBONG, APALAGI MENANG”. Bumerang itu kayaknya lebih membekas daripada gagal menjadi juara olimpiade.

Tapi, momen kegagalan itu justru menjadi salah satu yang membuat saya sedikit berubah, belajar menghargai, serta mencoba melihat apa sisi positifnya (yah, meskipun yang Nampak itu biasanya negatifnya dulu, hihihihi). Singkat cerita, cara berfikir dan orientasiku pun mulai berubah, bukan lagi nyari “kejuaraan”, atau ambisi-ambisi yang kuanggap “ah apalah itu”, tapi bagaimana caranya bisa jadi orang yang berguna dan Allah ridha dengan apa yang saya lakukan (menurut saya inilah hikmah yang bisa saya ambil).

Saya tetap berusaha untuk mengikuti lomba apapun yang disarankan, meski ambisi dan usahanya itu nggak pengen-pengen amat jadi juara, jadi juara ya syukur, nggak juga ya Alhamdulillah. Yang penting ambil peran. Pemikiran semacam ini menurutku masih kupegang sampai sekarang, hampir dalam segala hal. Tetap berusaha selama itu masih baik dan benar, namun tidak terlalu berambisi. Oh iya, saya pengen ngasih info aja sih, kalau teman saya Zah Tamal itu sekarang lulus LPDP, kalau ndak salah dia lulus di London. Dulu S1nya di Biologi UGM. Bangga aja gitu…. hihi

Pasca olimpiade, saya juga pernah dapat juara Fahmil Quran tingkat Kabupaten, tahun pertama ikut, tim kami dapat juara 2, selanjutnya masuk juara 1, meskipun saya pemain naturalisasi, alias direkrut kecamatan tempat saya sekolah. Namun saya tidak sampai ikut di provinsi karena sudah berada di Medan. Nah, kalau di USU, prestasi kejuaraan yang pernah saya peroleh adalah juara 3 MFQ pada lomba MTQ tingkat univ yang dilaksanakan LDF F.Hukum USU.



Beasiswa

Saya pertama kali dapat beasiswa itu saat SMP kelas tiga. Kalau ndak salah beasiswa itu sebagai penghargaan bagi yang juara kelas. Di SMA, beasiswanya adalah fasilitas kelas, buku, makan, kasur dan tempat tinggal gratis serta dapat paket bimbel gratis juga di Ganesha Operation kota padang selama sebulan, sebelum SBMPTN. Pas kuliah, saya pernah nyoba PPA namun entah kenapa statusnya nggak jelas, ditolak tidak, diterima tidak, direvisi juga tidak (dokumennya hilang entah kemana), ya tapi saya enjoy aja (kan nggak ambisi-ambisi kali). Alhamdulillah di tahun 2014 saya berkesempatan menerima beasiswa luar biasa dari Rumah Kepemimpinan (dulu masih PPSDMS NF). Salah satu Anugerah Allah yang sangat luar biasa dalam hidup saya.



Tujuan hidup.

Agak bingung sih jelasinnya.

Intinya adalah menjadi manusia yang bermanfaat dan mati dalam keadaan islam.

Cita-cita saya juga pernah berubah-ubah, dari menjadi guru, kemudian menjadi dokter, ilmuan, mufassir, kemudian menjadi apoteker, dan akhirnya menjadi penyuluh pertanian.

Saya tetapkan cita-cita itu saat SMA, meski belum semangat menggapainya, tapi itulah yang terfikir. Alhasil, saya putuskan untuk tetap sekolah umum dengan pilihan pertama farmasi dan kedua agribisnis. Qadarullah, saya lulus di agribisnis USU sehingga cita-citanya saya kuatkan untuk menjadi penyuluh pertanian.

Nah, visi dunia saya adalah menjadi insinyur pertanian (lebih tepatnya penyuluh pertanian keren), bisa melahirkan petani yang kreatif (mampu membuat lembaga/yayasan dan agrowisata) yang dikelola sendiri. Saya anggap cita-cita saya sudah tercapai secara simbolik sejak awal tahun 2017 (Insinyur Pertanian atau kalau sekarang itu Sarjana Pertanian). Tujuan selanjutnya adalah menjadi penyuluh pertanian yang aksi nyata di lapangan.

Oh iya, ada 3 pertanyaan dasar yang menjadi tambahan inspirasi saya untuk tetap menjadi penyuluh pertanian, 3 pertanyaan ini saya dapat setelah membaca buku ON Jamil Azzaini.

1.      Apakah tujuan itu berguna bagi diri kita? Sebutkan kegunaannya.

2.      Apakah ada orang lain yang menerima manfaat bila kita mencapai tujuan tersebut? Sebutkan. Semakin banyak yang menerima manfaat, maka semakin besar energi kita.

3.      Apakah tujuan/profesi tersebut bisa kita banggakan ketika menghadap Allah nanti?
Dan, Alhamdulillah dengan menjadi penyuluh, ketiga pertanyaan dasar tersebut bisa terjawab.

Supaya terlihat sedikit keren, maka di bawah ini saya lampirkan foto saya yang sedang megang piala juara 1 fahmil quran MTQN 2011/2012, tingkat Kabupaten tapi. Tahun sebelumnya kita juga mendapat juara 2 dengan tim yang sama (Mila yang menjadi mahasiswa UNP dan Azis di IPB).

Oke, itu saja ya
Terima kasih.