Senin, 06 Februari 2017 (Sumatera Utara)
Kok jadi lebay gini ya?
Umur namaku yang disisipi gelar SP
memang masih terbilang dan terhitung dengan jari. Hari ini adalah hari ke 21
aku diberi embel-embel dua huruf kapital tersebut. Sebagai seorang yang masih
baru dan tidak memiliki prestasi yang membanggakan, hari-hariku masih berisi
dengan aktifitas bekerja dan bekerja, meski tidak tetap, yang penting
kebutuhanku dan adikku yang memerlukan kami tetap dapat dipenuhi.
Ya, sebelum menjadi seorang
sarjana, aktifitasku memang sudah seringkali bekerja bersama dengan seorang
dosen walaupun aku tidak diakui dengan status ”Asisten Dosen”. Selama ini
hari-hariku berjalan seperti yang diingini, menikmati pekerjaan yang
jelas-jelas disukai, kelayapan dan uang J
Tapi entah kenapa, mulai hari ini
rasa aneh kian mengganjal didalam tubuh. Bagaimana tidak, seorang manusia yang
begitu pintar penuh prestasi mengatakan bahwa posisiku hari ini adalah seorang “KACUNG”, dan tahukah kamu?
Saat itu, harga diriku terasa
merosot habis-habisan sampai minus. Aku hanya terdiam. Sebuah kata yang hanya
beberapa huruf itu sampai ketikan ini masih menjadi hal yang sangat menusuk. Rasa
kecewa dan benciku kian besar.
Malamnya, kuingat kembali cerita
seorang yang bahagia di dunia dan akhiratnya karena sudah memaafkan segala
kesalahan saudaranya. Hal yang samapun kucoba dan kuusahakan tidur namun tetap
mengganjal. Aku hanya khawatir perasaan ini justru malah merusak kepadaku
sehingga mengikis kebaikan yang tidak seberapa. Rasa sakit itu kian membesar
keesokan harinya, gak tau juga sih membesar atau sama aja. Haha. Sampai kuputuskan
menulis ini agar merasa sedikit lega.
Oke, kawan, aku tau kau adalah
seorang yang prestatif, memiliki kemampuan yang begitu luar biasa dan aku
disini adalah orang yang tidak pernah meraih gelar apa-apa, tidak pernah kesana
kemari, keluar negeri, bertemu orang-orang hebat sepertimu, tidak banyak
membaca buku luar biasa sepertimu sehingga engkau memiliki ilmu yang sangat
luar biasa bagiku. Tapi “masih ingatkah
engkau kalimatku yang engkau anggap sebagai pemikiran negatif waktu itu? Kira kira
begini, “semakin pintar semakin sombong, tidak mau kalah dan arogan,
merendahkan orang lain”.
Kau tau kawan, ada banyak alasan
kenapa aku tidak mau begitu menggebu gebu mengejar sebuah prestasi, karena aku
pernah mengalaminya sehingga menimbulkan kesombongan, dan apa yang kuceritakan
kepadamu adalah sebuah pengalaman. Ya, aku tidak menutup diri juga bahwa aku
tidak mau kalah dan selalu mendebat sampai akhirnya kucoba untuk diam tak punya
harga diri.
Tapi ingat, jangan pernah jadikan
kepintaran dan prestasimu membuatmu merasa menjadi orang yang paling hebat dan
tinggi, berada diatas dan tidak bisa dikalahkan. Biarkan saja apapun pekerjaan
orang selama itu masih dalam batasan halal dan baik. Bila ia kacung di matamu,
biarkan saja karena tidak ada sangkut paut sedikitpun denganmu, bukan engkau
yang menggajinya, bukan engkau yang mengurusnya. Semakin banyak ilmu hendaknya
menjadikan kita menjadi orang yang paling rendah bukan?
Pesanku hanya itu saja melalui
tulisan ini, karena jika kuutarakan dengan ucapan langsung, kemungkinan besar
engkau akan mengatakan seperti ini
“Ya allah, gitu aja dimasukkan kehati, becanda lo”
Bagimu becanda, dan bagiku juga
candaan, namun menurunkan harga diriku.
Aku tidak akan mengejekmu sebagai KACUNG andai kelak Kau menjadi KACUNG
juga, tapi akan kuusahakan untuk menjadikanmu sebagai orang yang tetap menjadi
tokoh yang hebat dan prestatif. Semoga engkau tidak pernah menjadi kacung
sekalipun sebagaimana yang telah kujalani dari awal masuk perkuliahan, menjadi
kacung laundry, kacung molen, kacung toko dan kacung – kacung lainnya.
Terima kasih telah memberikan pelajaran yang begitu berharga hari ini,
menjadikanku sadar bahwa hidupku didunia ini tidak lebih baik dari sebutir debu
dimata Tuanku yang Maha Kuasa.
I’m forgive you, and apologyze